nilai tukar rupiah

Kita umumnya tidak tau persis atau malah tidak memperhatikan kenapa logam pecahan 100 dan 500 berubah dari memakai logam kuningan menjadi aluminium.   

Edisi uang logam (UL) kuningan Rp 100 nilai intrinsic-nya sudah mencapai Rp 121,57 mungkin saat ini sudah lebih dari 1,3 kali lipat nilai ekstrinsik yang tertera, maka diganti dengan bahan logam aluminium yang lebih murah, agar nilai intrinsiknya dibawah nilai ekstrinsik (Rp 100). 



Nilai intrinsik adalah nilai bahan, misalnya nilai logam nikel, kuningan dan logam lainnya termasuk biaya proses pembuatan uang logam tersebut. 




Demikian pula dengan UL Rp 500 yang menggunakan logam kuningan, nilai intrinsiknya sudah melebihi 500 rupiah maka diganti denganbahan logam yang lebih murah.

Keadaan ini adalah gambaran penurunan/ depresiasi nilai rupiah terhadap nilai tukar dagang (Term of Trade) atau turunnya nilai beli mata uang rupiah terhadap barang/ produk.



Saat ini sudah lama beredar UL Rp 1000 (nickel plated steel) dan begitu pula, dan selanjutnya bila nilai intrinsiknya sudah melebihi nilai ekstrinsik yang tertera, maka akan diganti dengan logam yang lebih rendah; kuningan, aluminium atau lainnya.  


Bagaimana dengan uang kertas?

Peredaran uang kertas (UK) rupiah ada dari mulai pecahan 1.000, 2.000, 5.000, 10.000, 20.000, 50.000 dan 100.000, coba kita perhatikan kenapa harus dicetak pecahan sampai 50.000 dan 100.000. Bandingkan dengan pecahan dollar Singapur dan Amerika yang hanya sampai US$100 (dikonversi rata-rata jadi Rp 980.000).  Ini juga menggambarkan rendahnya nilai tukar rupiah baik terhadap mata uang asing dan pada nilai tukar dagang (Term Of Trade). Semakin menurunnya nilai tukar tersebut mengharuskan pemerintah dalam hal ini BI mencetak uang dengan pecahan lebih besar, atau redominasi.

Redenominasi rupiah direncanakan pemerintah dengan memangkas 3 angka nol disetiap uang rupiah yang beredar. Misal harga Bensin Premium sebelum kita bayar seharga Rp 4.500, dgn rupiah baru kita cukup membayar Rp 4,5.Tapi kenyataannya apakah sesederhana itu.  Mana lebih aman dengan mencetak dan mengedarkan pecahan yang lebih besar.

Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia pada tanggal 23/01/2013 telah menggelar serangkaian sosialisasi atas rencana perubahan nominal harga rupiah atau redenominasi. Tujuannya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa redominasi bukanlah pemangkasan nilai mata uang (sanering).

Redenominasi seperti diketahui adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai tukar rupiah terhadap barang atau jasa.

Persoalan intinya bukan itu karena bila kemampuan daya saing negeri kita rendah tentu akan diiringi  dengan menurunnya kemampuan keuangan negara dan menurunnya nilai tukar dagang akibat inflasi tinggi dan akibat menurunnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.

Komentar

Postingan Populer