politik sebagai kendaraan social upward mobility

saya mencoba memasukan gambaran keadaan di negeri ini mengacu pada analisa Iskandar Alisyahbana yang menggambarkan tentang sistim masyarakat terbuka – open society. dimana, anggota masyarakat berkompetisi dan berusaha menaikkan status sosialnya dalam masyarakat. Mereka berkompetisi untuk dapat naik ke lapisan atas berikutnya, sesuai dengan sistem kompetisi dan kooperasi termasuk konspirasi yang telah dapat diterima oleh seluruh masyarakat (public). Dan usaha ini dianggap sebagai suatu seleksi alami manusia-manusia yang mempunyai beraneka ragam bakat, yang tersebar  dan berlaku bagi setiap kelompok manusia. Sebagai suatu pemberdayaan kelompok masyarakat yang menyebabkan terjadinya social-upward-mobility, sesuai bakat yang serba bhineka dari anggota masyarakat tersebut.

Hak untuk turut berpartisipasi dalam social-upward-mobility ini merupakan suatu bagian terpenting dari hak asasi manusia.

Dari uraian diatas kita dapat melihat bahwa upaya menaikan status sosial di Indonesia saat ini telah memasuki ranah politik sebagai jalan pintas, dimana banyak para anggota masyarakat berkompetisi untuk menaikkan status sosialnya dengan politik sebagai kendaraannya dan muncul fenomena baru dimana perbankan pun turut mendukung, dengan menyediakan pinjaman untuk“biaya operasional” sosialisasi para calon legislative, termasuk dana dari para pengusaha.  ini sesuai dengan cerita teman saya yang mukim di Jogya, yang  mengatakan bahwa salah satu BPR di kota gudeg itu telah menyediakan dana pinjaman kepada Caleg pada pemilihan legislatif tahun 2009 lalu”. Saya lupa bertanya apakah pakai agunan sebagai jaminan tambahan, seperti yang biasa dilakukan Bank, karena pihak bank tidak akan pernah mau rugi.

Kembali pada usaha menaikan status social melalui pengembangan diri ini berlaku umum sebagai suatu seleksi alamiah dari manusia-manusia yang mempunyai aneka ragam bakat, walau saat ini mulai menggejala khususnya di bidang politik dengan maneuver politik, sehingga manusia yang memiliki bakat-bakat mulia kalah keunggulan atau daya saingnya dengan perilaku tidak mulia para opportunist.  Tetapi semuanya menjadi lazim, karena setelah dipertontonkan atau dilihat masyarakat, akan diterima dan dipanuti menjadi sesuatu yang normative dan selanjutnya menjadi nilai-nilai bersama (shared values).

Komentar

Postingan Populer