Ekonomi Makro dan Kebijakan Moneter



  • Devisa milik eksportir Indonesia yang disimpan di Singapur mencapai US$ 140 miliar. Bandingkan dengan cadangan devisa nasional, berdasarkan data Bank Indonesia (BI); posisi akhir Juli 2018 tercatat US$ 118,3 miliar.  Pada akhir Agustus 2018, menurun menjadi US$ 117,9 miliar.  Pengurangan devisa ini terjadi karena net export negatif, impor lebih besar dari ekspor (defisit neraca perdagangan) termasuk pengurangan devisa untuk pembayaran utang luar negeri - ULN  yang jatoh tempo, plus pembayaran cicilan pokok dan bunga ULN, serta Capital Outflow investor yang yang semuanya memberi akibat pada defisit transaksi berjalan.
  • Bila kumulatif tiga bulan kedepan nilai impor lebih besar dari US$ 117,9 Miliar, sehingga cadangan devisa tidak cukup untuk membiayai impor nasional 3 bulan, maka masuk zona rawan.
  • Uang yang disimpan di Singapur sebagian besar adalah Devisa Hasil Ekspor - DHE, tidak masuk ke Bank Devisa di dalam negeri hanya tercatat, tidak menambah cadangan devisa negara secara riil. Namun saat impor cadangan devisa negara yang digerus.  
  • Umum diketahui bahwa pengusaha eksportir sekaligus adalah importir dan semua tau margin keuntungan impor itu cukup besar. Bagi para pengusaha tersebut semakin besar volume impor semakin menguntungkan.  Tingginya nilai impor dibanding ekspor yang berakibat pada defisit neraca perdagangan luar negeri, hal yang tidak akan menjadi perhatian mereka.  


Sebagai ilustrasi, pada zaman ORBA Capital Surplus om Liem (liem swie long) konglomerat papan atas yang kemudian dapat mendirikan bank BCA, diawali setelah dia ditunjuk pemerintah sebagai pemegang monopoli impor gandum nasional. Pada saat itu negeri kita termasuk 10 besar negara negara pengekspor migas dunia.  Sehingga cadangan devisa negara cukup memadai dari ekspor migas tersebut, yang menambah cadangan devisa negara

Sistem devisa bebas yang diterapkan di Indonesia berdasarkan PP No.1 tahun 1982, saat impor nasional dua tahun terakhir yang cenderung meningkat, menguras cadangan devisa negara, sementara Devisa Hasil Ekspor dari pengusaha swasta justru parkir di luar negeri.

Untuk mengurangi tingginya impor dan defisit neraca perdagangan luar negeri belakangan ini pemerintah menaikan pajak/ bea masuk pada beberapa jenis barang impor.  Namun para praktisi menilai langkah kebijakan tersebut tidak efektif dalam meningkatkan cadangan devisa negara.

Berkurangnya cadangan devisa dan defisit transaksi berjalan berakibat pelemahan kurs rupiah (faktor internal). Disamping itu cadangan devisa suatu negara dipengaruhi oleh transaksi berjalan dan impor.  Perkembangan transaksi berjalan suatu negara diwaspadai dengan cermat karena defisit transaksi berjalan bila berlangsung dalam jangka panjang dapat menekan cadangan devisa. Oleh karena itu defisit transaksi berjalan sering kali dipandang sebagai signal yang memerlukan penyesuaian nilai tukar atau kebijakan makro ekonomi yang lebih ketat.

Tercapainya pertumbuhan ekonomi dengan fondasi yang rapuh menjadi perekonomian semu (pseudo economy), yang  tidak akan tangguh menghadapi tekanan ekonomi global, sebagai faktor eksternal yang sering dijadikan alasan atas melemahnya kurs rupiah. Alih-alih sibuk mencari alasan sebaiknya  pemegang otoritas merumuskan kebijakan untuk langkah2 strategis dalam meningkatkan kekuatan ekonomi nasional yang tangguh menghadapi tekanan dari luar.


Perlu didukung percepatan implementasi peraturan BI tentang penerimaan DHE dilakukan melalui bank devisa yang berada di Indonesia yang akan  memberi  dampak yang baik bagi stabilitas nilai tukar rupiah. Konsekuensinya kita tidak lagi menganut sistim devisa bebas, dan perlu diterbitkan PP baru untuk legitimasinya.


Komentar

Postingan Populer